BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu sastra sudah merupakan ilmu yang cukup tua usianya. Ilmu ini sudah berawal pada abad ke-3 SM, yaitu pada saat Aristoteles ( 384-322 SM) menulis bukunya yang berjudul Poetica yang memuat tentang teori drama tragedi. Istilah poetica sebagai teori ilmu sastra, lambat laun digunakan dengan beberapa istilah lain oleh para teoretikus sastra seperti The Study of Literatur, oleh W.H. Hudson, Theory of Literatur Rene Wellek dan Austin Warren, Literary Scholarship Andre Lafavere, serta Literary Knowledge (ilmu sastra) oleh A. Teeuw.
Ilmu sastra meliputi ilmu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait dalam pengkajian karya sastra. Dalam perkembangan ilmu sastra, pernah timbul teori yang memisahkan antara ketiga disiplin ilmu tersebut. Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa pengkajian sejarah sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif. Di samping itu, pengkajian sejarah sastra menggunakan pendekatan kesewaktuan, sejarah sastra hanya dapat didekati dengan penilaian atau kriteria yang pada zaman itu. Bahkan dikatakan tidak terdapat kesinambungan karya sastra suatu periode dengan periode berikutnya karena dia mewakili masa tertentu. Walaupun teori ini mendapat kritikan yang cukup kuat dari teoretikus sejarah sastra, namun pendekatan ini sempat berkembang dari Jerman ke Inggris dan Amerika. Namun demikian, dalam prakteknya, pada waktu seseorang melakukan pengkajian karya sastra, antara ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sastra Menurut Para Ahli
1. Sumarno dan Saini, sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.
2. . Mursal Esten, menyatakan sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
3. Menurut Engleton, sastra yang disebutnya "karya tulisan yang halus" (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
4. Ahmad Badrun, berpendapat bahwa Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol- simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.
5. Menurut Semi, sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
6. Panuti Sudjiman, mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapannya.
7. Menurut Sumardjo dan Sumaini, definisi sastra yaitu :
v Sastra adalah seni bahasa.
v Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yangmendalam.
v Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa.
v Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
v Sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang benar dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yang mempesona.
8. Suyitno, Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan.
9. Tarigan, sastra adalah merupakan obyek bagi pengarang dalam mengungkapkan gejolak emosinya, misalnya perasaan sedih, kecewa, senang dan lain sebagainya.
10. Damono, mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang- seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang
B. Fungsi Sastra Dalam Kehidupan
Hampir pada umumnya sesuatu ada bersama dengan fungsinya; disiplin ilmu lain ada bersama fungsinya, sastra pun demikian. Yang jadi persoalan, apakah pengertian fungsi sastra dapat berubah sepanjang sejarah.
Pertanyaan ini setidaknya menurut Wellek dan Warren (1990:24) agak sulit dijawab. Apalagi jika fungsi yang dibicarakan menyangkut fungsi sastra dalam ruang lingkup yang luas. Akan tetapi secara umum mereka beranggapan bahwa sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu.
Pertanyaan mereka ini dinyatakan dalam ungkapan bahwa sebuah karya seni (sastra) dikatakan berfungsi jika dikaitkan dengan fungsi dulce dan utile. Kata dulce artinya manis, menghibur, memberikan kesenangan; sedangkan utile berarti memberikan sesuatu (manfaat).
Dengan menunjuk drama antigone yang Wellek dan Waren nilai memberikan manfaat dalam arti luas tidak membuang-buang waktu bukan sekadar kegiatan iseng, sesuatu yang perlu mendapat perhatia serius. Sedangkan arti kata menghibur adalah tidak membosankan, bukan kewajiban, dan memberika kesenangan.
Antara kedua sifat sastra (menghibur dan bermanfaat) pada karya sastra harus saling mengisi. Kesenangan yang dimaksudkan di sini bukan kesenanga lain dari kesenangan yang diperoleh dari karya non-sastra, (berupa kesenangan fisik); kesenangan ini lebih tinggi, yakni kontemplasi yang tidak mencari keutungan. Sedangkan manfaatnya berupa keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetik, dan keseriusan persepsi.
Dengan pemahaman ini dapat diungkapkan bahwa fungsi sastra sebagai pemekat (intesifkator). Di dalam pengalaman hidup disaring, dijernihkan, dan dikristalkan sehingga pembaca dapat mengambil hikmah dari kekayaan pengalaman tersebut dengan mudah dalam waktu singkat. Penghayatan yang mendalam dan jernih terhadap kehidupan niscaya membantu kita dalam mengendalikan kehidupan itu sendiri.
Sastra dapat digunakan oleh sejarawan sebagai dokumentasi sosial. Namun, apakah sastra memiliki manfaat yang tidak dimiliki bidang lain? Pernyataan ini dapat saja dijawab, ya! Sebab di samping penelitian yang bersifat ilmiah untuk memahami dan menolong manusia serta masyarakat, dunia sastra masih tetap memegang peran penting dalam bidang yang sama. Khususnya mengungkap misteri yang begitu dalam seperti religiusitas manusia, yang menentukan sikap-sikap kita terhadap dri sendiri; karya-karya sastra mengisi hal-hal yang tidak mungkin diisi oleh ilmu pengetahuan dan ikhtiar-ikhtiar kemanusiaan lain.
Khususnya dalam pengolahan religius manusia yang lazimnya hanya dapat dikomunikasikan melalui bahasa lambang dan persentuhan citra rasa, sarana sastra sangat bermanfaat.
Pendapat di atas relevan dengan anggapan Aristoteles dalam buku (Welek dan Warren) bahwa sastra dalam hal ini puisi lebih filosof dari pada sejarah sebab sejarah berkaitan dengan hal-hal yang tidak terjadi, sedangkan puisi berkaitan dengan hal-hal yang mungkin saja terjadi secara umum. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya, saingan sastra bukan lagi sejarah, melainkan ilmu pengetahuan. Untuk hal ini harus dibuktikan bahwa sastra memberikan pengetahuan dan filsafat. Sastra dapat berdampingan dengan ilmu-ilmu lain; sastra dianggap lebih umum daripada sejarah dan biografi, namun lebih khusus daripada psikologi dan sosial. Perlu ditekankan, keumuman atau kekhususan sebuah karya sastra berbeda-beda kadarnya pada setiap periode.
Seperti halnya filsafat dan ilmu pengetahuan lain, sastra pun mengungkap kebenaran. Minimal kebenaran yang diyakini oleh sastrawan yang bersangkutan. Pendapat umum ini ditandai oleh Max Easman, teoritikus yang juga penyair, bahwa pikiran sastra adalah pikiran amatir tanpa keahlian tertentu dan warisan pra-ilmu pengetahuan yang memanfaatkan sarana verbal untuk menciptakan kebenaran. Penekanan Easman bahwa kebenaran dalam karya sastra sama dengan kebenaran di luar karya sastra, yakni pengetahuan yang sitematis dan adapt dibuktikan. Hal-hal yang ditimbulkannya akan dipertentangkan dengan kebenaran di bidang ilmu-ilmu sosial.
Melalui pandangan hidup yang muncul dari setiap karya sastra terkesan bahwa sastra memiliki kebenaran. Mengenai hal ini Wellek dan Warren (1990:32) menyatakan bahwa kebenaran sastra tampaknya merupakan kebenaran dalam sastra yang menurut filsafat dalam wujud konseptual sistematis dari luar bidang sastra yang dituangkan dalam wujud sastra. T.S. Eliot agak ragu mengenai hal ini, menurutnya, kebenaran merupakan wilayah para pemikir sistematis, sedangkan sastrawan bukan pemikir, meskipun pada dasarnya dapat menjadi pemikir.
Pembenaran pernyataan Wellek dan Warren dalam hal kebenaran ditegaskan melalui pernyataan selanjutnya tentang pengetahuan, kebenaran, kognisi, dan kebijaksanaan. Perlu ditekankan sekali lagi, kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran yang dibatasi pada hal-hal yang dapat dibuktikan secara metodis oleh siapa pun secara deduktif.
Sastra pada dasarnya indah dan bersifat benar. dalam pengertian tidak bertentangan dengan prisip-prinsip kebenaran. Berkaitan dengan ini Archibald Maclesh menjabarkan sifat indah sastra dan filsafat; puisi sama serius dan sama pentingnya dengan filsafat (ilmu kebijaksanaan) dan memiliki persamaan dengan kebenaran.
Sastra juga dapat berfungsi membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekanan emosi. Hal ini diistilahkan oleh Aristoteles dengan kata katarsis (catharsis); pelepasan jiwa dari tekanan-tekanan emosi yang ada ialah kenikmati sebuah karya seni (sastra).
Dalam spektrum kehidupan manusia yang disebut kebudayaan sastra menduduki tempat yang sangat penting. Baik di kalangan kebudayaan timur maupun barat sejak dahulu sudah ada anggapan bahwa seorang yang akrab dengan sastra akan lebih utuh kemanusiaannya. Mengapa? Karena sastra menunjang daya kreatif, dapat menjembatani pertentangan-pertentangan dan ingin mengungkapkan yang tidak terungkap. Dunia nyata yang dipaparkan dan sebuah karya sastra tidak hanya terbatas pada satu aspek kenyataan, melainkan berbagai ragam segi. Seorang yang akrab dengan dunia sastra akan terbiasa dari pandangan-pandangan yang berdimensi tunggal saja dan pembuka bagi aneka ragam dimensi lain. Akhirnya, dengan sastra banyak rang yang merasa terangsan untuk semakin bisa memanusiakan dirinya sendiri. Dengan membaca karya-karya sastra, seorang akan bertambah cakrawala pengetahuannya mengenai segala macam hal; sesuai dengan materi-materi yang tertuang di dalam karya yang dibacanya. Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang sifat dan fungsi sastra. Sifat sastra menurut Wellek dan Warren yaitu memiliki nilai estetik, imajinatif, lebih banyak menggunakan bahasa yang bermakna konotatif, ambigu, dan homonim serta menifiktif.
Menurut Lazar (2002: 15-19), beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran sastra, antara lain yaitu:
(1) Memberikan motivasi kepada siswa;
(2) Memberi akses pada latar belakang budaya;
(3) memberi akses pada pemeroleham bahasa;
(4) Memperluas perhatian siswa terhadap bahasa;
(5) Mengembangkan kemampuan interpretatif siswa; dan
(6) Mendidik siswa secara keseluruhan.
Penjelasannya sebagai berikut.
Pertama, sastra dapat memberikan motivasi kepada siswa. Apabila materi
pembelajaran sastra dipilih secara cermat dan hati-hati, siswa akan merasakan bahwa apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang relevan dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam konteks ini, sastra mampu menunjukkan kepada siswa tema-tema yang kompleks tetapi segar dan menggambarkan penggunaan bahasa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
pembelajaran sastra dipilih secara cermat dan hati-hati, siswa akan merasakan bahwa apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang relevan dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam konteks ini, sastra mampu menunjukkan kepada siswa tema-tema yang kompleks tetapi segar dan menggambarkan penggunaan bahasa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
Kedua, sastra merupakan akses latar belakang budaya. Sastra dapat membantu
siswa memahami budaya masyarakat yang menjadi latar dalam teks sastra yang sedang dipelajari. Namun hal ini cukup rumit, mengingat dalam memahami hubungan antarbudaya, sastra tidak menyampaikannya dengan sederhana, karena beberapa karya sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat diklaim sebagai dokumentasi yang murni dari budaya masyarakat. Sementara, kebenaran dalam sastra itu sesungguhnya tidaklah mutlaks.
siswa memahami budaya masyarakat yang menjadi latar dalam teks sastra yang sedang dipelajari. Namun hal ini cukup rumit, mengingat dalam memahami hubungan antarbudaya, sastra tidak menyampaikannya dengan sederhana, karena beberapa karya sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat diklaim sebagai dokumentasi yang murni dari budaya masyarakat. Sementara, kebenaran dalam sastra itu sesungguhnya tidaklah mutlaks.
Ketiga, sastra merupakan akses pemeroleham bahasa. Sastra menyediakan sebuah
cara yang tepat untuk pemerolehan bahasa, seperti menyediakan konteks yang bermakna dan mudah diingat dalam proses penginterpretasian bahasa baru. Melalui sastra, siswa dapat meningkatkan pemerolehan bahasanya, dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya, melakukan proses pembelajaran bahasa yang menyenangkan. Dalam hal ini berarti ada integrasi antara pembelajaran sastra dan bahasa, sehingga keduanya dapat
saling memberikan manfaat.
cara yang tepat untuk pemerolehan bahasa, seperti menyediakan konteks yang bermakna dan mudah diingat dalam proses penginterpretasian bahasa baru. Melalui sastra, siswa dapat meningkatkan pemerolehan bahasanya, dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya, melakukan proses pembelajaran bahasa yang menyenangkan. Dalam hal ini berarti ada integrasi antara pembelajaran sastra dan bahasa, sehingga keduanya dapat
saling memberikan manfaat.
Keempat, sastra memperluas perhatian siswa terhadap variasi bahasa. Dalam
konteks ini sebuah novel atau cerpen dapat membantu siswa dalam memahami dan menginterpretasikan berbagai tema dengan lebih mudah. Melalui kegitannya dalam memahami makna sebuah teks sastra, siswa dapat melatih kepekaanya dalam menggunakan bahasa.
konteks ini sebuah novel atau cerpen dapat membantu siswa dalam memahami dan menginterpretasikan berbagai tema dengan lebih mudah. Melalui kegitannya dalam memahami makna sebuah teks sastra, siswa dapat melatih kepekaanya dalam menggunakan bahasa.
Kelima, sastra mengembangkan kemampuan interpretatif siswa. Sastra adalah
sumber yang bagus untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami makna dan membuat interpretasi. Sastra, dapat membuat pembacanya hanyut dalam asumsi teks ketika berusaha untuk memahami maknanya. Sastra menyediakan kesempatan yang baikkepada siswa untuk mendiskusikan, dan menginterpretasikan pendapat mereka sendiri
berdasarkan fakta yang terdapat dalam teks. Bila siswa berinteraksi dengan berbagai macam ambiguitas dalam teks sastra, guru dapat membantu siswa mengembangkan keseluruhan kapasitasnya dalam memahami makna.
sumber yang bagus untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami makna dan membuat interpretasi. Sastra, dapat membuat pembacanya hanyut dalam asumsi teks ketika berusaha untuk memahami maknanya. Sastra menyediakan kesempatan yang baikkepada siswa untuk mendiskusikan, dan menginterpretasikan pendapat mereka sendiri
berdasarkan fakta yang terdapat dalam teks. Bila siswa berinteraksi dengan berbagai macam ambiguitas dalam teks sastra, guru dapat membantu siswa mengembangkan keseluruhan kapasitasnya dalam memahami makna.
Kemampuan tersebut sangat bermanfaat bagi siswa ketika siswa harus membuat interpretasi berdasarkan fakta-fakta yang dinyatakan secara tidak langsung dalam kehidupan nyata. Keenam, sastra mendidik siswa secara keseluruhan. Sastra memiliki berbagai macam fungsi edukasi. Pembelajaran sastra di dalam kelas, dapat membantu siswa menstimulasikan imajinasi, mengembangkan kemampuan kritis dan meningkatkan perhatian emosionalnya. Apabila siswa diminta untuk memberikan respon secara personal terhadap teks sastra yang dibaca, siswa akan menjadi lebih percaya diri dalam mengekspresikan ide mereka, dan mengekspresikan emosinya. Selain itu, siswa termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam menguasai teks sastra dan memahami bahasa, serta dalam menghubungkan teks sastra yang dibaca tersebut dengan nilai-nilai dan tradisi dari masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan. Sejalan dengan itu, pembelajaran sastra dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai kehidupan dan kearifan dalam menghadapi lingkungan, realitas kehidupan, dan sikap pendewasaan. Melalui pembelajaran sastra, diharapkan siswa tumbuh menjadi manusia dewasa yang berbudaya, mandiri, sanggup mengekspresikan diri dengan pikiran dan perasaannya dengan baik, berwawasan luas, kritis, berkarakter, halus budi pekerti, dan santun.
Dari berbagai karakter yang dapat dibentuk melalui pembelajaran sastra, diharapkan mampu membentuk dirinya menjadi manusia yang seutuhnya, lengkap dengan keunikannya, sehingga dapat hidup di tengah-tengah masyarakat dengan terus berkarya demi mengisi kehidupan yang bermanfaat dan bermakna.
B. Saran
Dari beberapa karakter pembagian sastra, diharapkan dalam pembelajaran manfaat sastra ini dapat berguna bagi semua pihak terutama bagi pengguna kesusastraan yang ingin dicapai sesuai dengan keinginan, dengan memperbanyak pembelajaran kesusastraan ini semoga apa yang kita harapkan dapat terwujud dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................. i
DAFTAR ISI ............................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................. 1
BAB II LANDASAN TEORI ............................. 2
B. Fungsi Sastra Dalam Kehidupan ............................. 4
BAB III PENUTUP ............................. 11
A. Kesimpulan ............................. 11
wak, copy-an punya orang aja pun dipampangi
BalasHapus